Muktamar NU: NU Azali

Karena bagaimanapun, Muktamar dan ketua-ketua yang memimpinnya hanyalah wasilah saja. Dan semua itu ditempuh untuk maqshud (tujuan) yang lebih besar!


Rasanya tidak pantas jika membanding-bandingkan siapa yang layak menjadi ketua PBNU, apalagi "kandidat" (memakai kata ini pun saya terpaksa, karena kurang pantas) yang maju adalah orang-orang yang sudah dipilih Allah sejak zaman azali.

Termasuk siapa yang nanti terpilih (termasuk yang kalah), saya itu haqqul yaqin sudah ditentukan Allah sejak zaman Azali.

بيني وبينكم في المحبة نسبة
مستورة في سر هذا العالم
نحن الذون تحاببت أرواحنا
من قبل خلق الله طينة آدم

Oleh karenanya, semua tokoh yang berada di dalam Muktamar NU adalah "Orang-Orang NU Azali", dan sudah diurus oleh Allah "dari sononya" sebagai orang-orang mulia.

Namun layaknya sebuah kapal, satu kemudi hanya boleh disetir oleh seorang nakhoda. Layaknya bumi, tidak boleh ada dua matahari yang bercahaya. Bukan berarti dua nakhoda itu tidak baik, atau siapa yang tidak memegang kemudi menjadi pihak yang buruk.

Tapi ini sebatas sunatullah saja; memilih yang terbaik dari dua yang terbaik, bukannya memilih "satu yang baik" dari dua pilihan yang sama-sama buruk.

Dan di dalam Muktamar, alasan memilih satu ketua PBNU dari dua orang yang maju adalah sunatullah belaka, seperti nakhoda dan matahari tadi.

Karena bagaimanapun, Muktamar dan ketua-ketua yang memimpinnya hanyalah wasilah saja. Dan semua itu ditempuh untuk maqshud (tujuan) yang lebih besar darinya.

الوسائل ابدا اخفض من المقاصد اجماعاً

Sampai kiamat, yang namanya wasilah itu maqomnya lebih rendah dari maqshud!

Jika terlalu membesar-besarkan siapa yang lebih layak--sehingga siapa yang kalah ditengarai tidak layak dan lebih buruk dari sang pemenang, sejatinya itu bukan logika yang layak diterapkan dalam Muktamar.

Demikian, sih, menurutku, mas-mas NU biasa yang menyepakati maqolah Yenny Wahid:

"In Gus we trust!"

Komentar