RUU TPKS menurut Partai Islam (PPP & PKS)

Seharusnya, jika PPP & PKS ingin mengkriminalisasi pelaku perzinahan suka sama suka, buat saja RUU-nya!

Kekerasan Seksual | wide image

Delapan fraksi sepakat untuk menyetujui RUU TPKS, dan yang menarik adalah dua fraksi (partai) Islam yang berada di parlemen, yaitu:

- Fraksi Persatuan Pembangunan (PPP)
- Fraksi Keadilan Sejahtera (PKS)

Dengan meminta revisi pasal, PPP berharap RUU TPKS bisa mengkriminalisasi semua pelaku perzinahan (pelanggar seksual), baik terjadi kekerasan seksual di dalamnya ataupun tidak (consent?).

Sementara PKS mutlak menolak karena RUU TPKS rawan disalahgunakan, yaitu legalisasi zina (RUU ini berpotensi menghalalkan seks bebas) baik oleh beda jenis kelamin maupun sama jenis (LGBTQ).

Usulan PPP ini mengada-ada, karena perzinahan yang dilakukan suka sama suka tidak bisa dipidana.

Apa saja pelanggaran seksual yang bisa dipidana KUHP?!

Perselingkuhan dan perzinahan terhadap anak!

Yaitu ketika salah satu dari pelaku perzinahan tercatat sebagai pasangan (suami atau istri) dari seseorang, atau dilakukan terhadap anak (di bawah umur).

Itupun pemidanaan perselingkuhan di atas terjadi berdasarkan laporan/gugatan yang dilakukan lebih dulu oleh pasangan pelaku atau orang tua korban (jika terjadi pada anak).

Hal yang sama juga untuk LGBTQ!

Buktikan saya keliru dengan membuka UU Perkawinan tahun 2019, Pasal 284 s/d 290 KUHP, dan UU Perlindungan Anak tahun 2014.

RUU TPKS berpotensi melegalkan zina? Ini, sih, Insinuasi PKS yang juga mengada-ada!

RUU TPKS itu produk hukum untuk memidanakan kekerasan seksual, tidak dimaksudkan untuk melegalkan hal yang berada di luar pasal-pasalnya.

Seks bebas, meskipun dosa berat bagi agama Islam (dan semua agama, menurut saya), namun jika dilakukan secara consent (suka sama suka) tidaklah bisa dipidana.

Kenapa negara tidak memidanakan seks bebas (consent)?

Karena tidak semua dosa dalam agama (manapun) perlu dipidana oleh negara lewat Undang-Undang!

Kenapa demikian?!

Karena di dalam seks bebas yang suka sama suka tidak ada kerugian dan tidak ada korban!

Negara menganggap hubungan seks (baik beda jenis atau lawan jenis) tidak bisa dipidana karena ini urusan privat dua orang dewasa yang bebas melakukan apa saja asal tidak melanggar UU.

Namanya juga manusia dewasa (mukallaf), dia berhak melakukan apa saja (dan negara mengandalkan kedewasaan untuk hal ini). Jika "pidana" yang dilakukan berhubungan dengan agamanya, maka biar Tuhannya yang menghukum (dengan azab atau siksa di akhirat).

Ketika ada kerugian dan korban, maka selain Tuhannya (lewat azab atau siksa di akhirat), negara juga hadir dengan KUHP (dan UU TPKS).

Maka perzinahan suka sama suka diserahkan kepada Tuhan, dan kasus pencurian jadi urusan Tuhan dan negara.

Apa bedanya?

Perzinahan di atas tidak ada kerugian dan korban, sementara pencurian jelas-jelas ada.

Logika hukum di Indonesia memang demikian. Mau Anda suka ataupun tidak, faktualnya memang demikian!

Kenapa PKS saya nilai menginsinuasi?

Karena hal seperti ini tidak mereka lakukan sekali dua!

Waktu Permendikbud 30 tahun 2021 keluar, PKS juga menginsinuasi Permen ini berpotensi melegalkan seks bebas di kampus.

Apa benar?

Sejak Permendikbud ini diteken, nyaris laporan kekerasan seksual (KS) di kampus kian bertambah, sedangkan mahasiswa/i yang melakukan seks bebas dengan dalih Permen ini tidak ada sama sekali.

Artinya, Permendikbud ini benar-benar jadi "payung hukum" mahasiswa/i yang mengalami KS di kampus ketika KUHP tidak bisa mengakomodasi keadilan bagi mereka.

Sebelum ada Permendikbud, dosen-dosen genit yang nyolek paha, bokong, atau payudara mahasiswinya itu bisa leluasa kabur dari jerat hukum. Mereka tahu kalau KUHP tidak cukup mampu menyeret mereka ke pengadilan.

Bagaimana tidak?

Ketika mahasiswi lapor ke polisi, justru polisinya melakukan victim blaming:

"Pakaianmu apa waktu itu?"
"Kamu, sih, punya paras cantik. Makanya dosenmu tergoda."

Hal semacam ini tidak mengada-ada, silakan cari di Google Berita jika tidak percaya (dan dari sini muncul tagar #PercumaLaporPolisi beberapa waktu silam, kan?!)

Seharusnya, jika PPP & PKS ingin mengkriminalisasi pelaku perzinahan suka sama suka, buat saja RUU-nya!

RUU baru, dan tidak mendompleng RUU TPKS.

Silakan masing-masing fraksi Islam mengusulkan RUU tentang ini, dan bertarung dengan fraksi lain di parlemen untuk mempertahankannya.

Katakanlah RUU Kriminalisasi Perzinahan Umum disetujui, maka biarkan orang-orang (warga) yang menolak ini melakukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.

Skema demokrasi hukum di Indonesia seharusnya seperti ini.

Alih-alih melakukan itu, kedua partai Islam ini (PPP & PKS) malah menunggangi RUU TPKS. Ini, kan, model politisi malas yang maunya meraup simpati publik dari perbincangan polemik.

Kelak, jika pemilu digelar, mereka punya bahan:

"Kami satu-satunya partai yang menolak RUU yang berpotensi melegalkan seks bebas!"

Padahal itu omong kosong belaka~

Ada-ada saja.

Komentar

(1)
  1. Bukankah perzinahan di dalam Islam dihukum hudud? Kenapa Anda mengatakan zina tidak bisa dipidana?

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulis komentar Anda di bawah. Silakan berbicara apapun, asal sopan~